Selasa, 06 November 2018


PART 1
Tittle ( belum ditentukan ...?)

Satu

Namaku Nara, tapi akhir-akhir ini teman-temanku lebih senang memanggilku dengan julukan “Ratu”. Kenapa? Karena bagi mereka aku adalah seorang Ratu.
Layaknya seorang Ratu yang pernah kamu dengar dari dongeng dongeng orang tuamu sebelum tidur. Seorang Ratu selalu di sayangi orang-orang disekitarnya, di hormati rakyatnya, dan dicintai pangerannya.tapi aku bukanlah Ratu yang seperti itu. Aku adalah “Ratu Drama”. Alasan mereka memberiku julukan tersebut karena memang bagi mereka hidupku seperti drama-drama yang sering mereka tonton di televisi setiap malam.
Hidupku awalnya biasa- biasa saja. Sama seperti kehidupan siswa SMA pada umumnya. Bangun pagi, pergi sekolah, ikut kegiatan ekstra di sekolah, lalu pulang, belajar, dan ditutup dengan tidur kembali. Tidak ada yang spesial hingga harus menjadi perhatian semua orang.
Aku bukan anak tiri ataupun orang tuaku sangat kejam padaku. Orang tuaku juga tidak terlalu miskin. Sampai aku harus berjualan di sekolah untuk membayar SPP yang sudah menunggak beberapa bulan. Kami keluarga yang berkecukupan -Amat sangat cukup mungkin-.
Aku juga bukan putri seorang koruptor, atau salah satu orang tuaku bercerai sampai-sampai aku harus pusing karena broken home.
Lalu apa yang membuatku pantas mendapat julukan itu?
Semua berawal dari kejadian sebulan yang lalu. Saat seorang kakak kelas laki-laki datang ke kelasku dan mempermalukanku di depan umum. Dia menyatakan perasaannya padaku. Sialnya dia adalah salah satu kakak kelas yang mendapat “nilai plus “ dari kebanyakan adik kelas perempuannya.
Alhasil sejak hari itu semua mata memandangku dengan tatapan ingin membunuh. Bayangkan saja, meski aku sudah menolak dengan halus ungkapan cinta dari kakak kelas yang bernama Defan itu. Sampai penolakan kasar sekalipun Kak Defan tetap saja mengejar-ngejar. Aku sempat berfikir mungkin dia sedang bertaruh dengan teman-teman sekelasnya , dimana hadiannya adalah motor keluaran terbaru, dan tantangannya adalah menjadikanku pacarnya.
Mulai dari berpura-pura sakit sampai berpura-pura sudah punya pacar, semua cara sudah aku lakukan agar Kak Defan berhenti mengejarku. Tapi semua sia-sia. Dan kebencian para Gadis pun semakin menjadi.
Saking bencinya mereka. Mereka sampai repot-repot menfitnaku dengan mengatakan kalau aku jual mahal agar semua orang iri padaku karena salah satu kakak kelas keren terus saja mengejarku. Tak jarang juga aku mendengar cemoohan yang dibuat-buat oleh para haters ku.
“ Apa baiknya sih tuh cewek, cantik juga cantikan aku. Mungkin Kak Defan di guna-guna.” Kata salah satu dari mereka.
Hellow....... kalo aku punya duit, ngapain juga buat guna-guna orang neng. Lebih baik ditabung buat naikin haji orang tua. Lagian aku emang cantik kok. Gini-gini aku masih ada campuran darah Eropa di tubuhku. Meski aku sudah termasuk generasi ke 7. Tapi itu masih patut dibanggakan. Daripada mereka yang cantiknya gara-gara make up atau pemaksaan.
Okey kembali lagi ke Kak Defan. Karena dialah aku mulai dijuluki dengan Ratu Drama.
Semakin hari Kak Defan semakin aneh tingkahnya. Mulai memberiku sekuntum bunga sampai memberiku sepasang t sirt couple yang kurasa seleranya buruk sekali. Apalagi ada tulisan love Nara yang segede gunung di bagian depannya. Kak Defan benar-benar menyulut api kecemburuan diantara kami para siswa cewek SMA Nusa Jaya.
Dan sampailah hari ini. Dimana aku berdiri terpaku menghadap ke mading sekolah yang sejak tadi membuatku penasaran karena banyaknya anak cewek yang mengerumuninya.
Dan yang mereka lihat adalah hal terburuk yang pernah kutemui, bahkan tak pernah terfikir olehku sebelumnya. Kira-kira ukurannya 10 R. Foto itu menunjukan sosok Kak Defan yang sedang memelukku. Ya ! sedang memelukku !!!! Dan wanita yang mirip denganku itu tampak sangat bahagia. Dan Untungnya aku tau kalau itu hasil editan.
“ siapa yang pasang foto ini !? Jangan jadi pengecut. Keluar !” Seruku tiba-tiba. Semua mata sontak menatapku.
“ oh jadi dia si Nara?” tanya seseorang pada seseorang yang lainnya.
“ Ya, si Ratu Drama sekolah kita. Katanya sih nggak suka tapi kok mau dipeluk-peluk. Murahan banget kan?”sahut seseorang yang lain.
“ Eh elo, kalau nggak tau apa-apa tuh diem ! jagan nyinyir!” Seru Nara sambil menunjuk seorang cewek  yang membicarakannya tadi.
“ Udah jelas kali, ini buktinya. “ balas cewek yang aku tau namanya Lena.
“ Ini tuh editan ! Nggak asli .”
“ Aku juga tau kok kalo editan . yang aku nggak tau tuh mungkin elo yang edit” tambah Lena Nyinyir.
“ Sini aku edit mulut nyinyir lo mau ?!”
Hampir saja aku meraih keran baju Lena, dan menguncir kuda mulutnya yang nyinyir kalau saja tanganku tidak dihentikan tiba-tiba.
Semua semakin terpaku. Aku  melihat Kak Defan berdiri di sampingku dan tengah memegan tanganku. Ah kenapa ini cowok muncul di saat begini sih? Gerutuku dalam hati.
Aku mulai mencium bau ketidak beresan. Kak Defan menatapku tidak senang. “ ikut aku bentar, Ra “ ajaknya. Lebih tepatnya sebuah paksaan karena Kak Defan tampa menunngu jawaban dariku sontak menarik tanganku menjauh dari kerumunan anak cewek. Untungnya aku sempat menarik Foto kami dari mading.

Oooo

“ Stop, lepasin aku” pintaku dengan nafas yang hampir habis.
Kak Defan mengajakku berlari mengelilingi sekolah. Dadaku rasanya sesak. Sudah lama aku tidak lari sejauh itu.
“ sori, aku nggak mau kamu dipanggil kepsek gara-gara mukul temen kamu.” Ujar kak Defan dengan nafas tak jauh beda denganku.
“ tapi dalam waktu dekat kita juga bakalan di panggil kepsek gara-gara foto itu. “ seruku kesal. Kak Defan tersenyum kecut. Bisa-bisanya dia tidak menyadari hal itu. “Dan ini semua salah kakak. “ imbuhku membuatnya semakin kecut.
“ Bukan aku yang bikin foto itu, Ra. Sumpah !” seru kak Defan. Mungkin ia mengira aku akan menuduhnya atas apa yang terjadi tadi.
“ Aku tau kok. Tapi ini ulah anak yang nggak suka kakak dekat-dekat sama aku.” Dasar cowok nggak peka. Ini jelas-jelas salahnya. Aku semakin sebal.
Kak defan terdiam. Keningnya sedikit berkerut. Dan bibirnya membentuk garis lurus. “ aku nggak nyangka bakal kayak gini, Ra. Aku Cuma .....”
“ okey jangan di terusin,  aku nggak mau dengar hal – hal baper kali ini. Sekarang kita harus mikirin apa yang harus kita katakan  saat ketemu kepsek nanti.” Selaku cepat.
Kak Defan lagi-lagi tersenyum kecut. Sepertinya itu sudah jadi kebiasaannya sejak lahir. Dan aku baru sadar sekarang kalau Kak Defan Cukup ganteng kalau lagi diam begitu.
“ Kita nggak bisa nuduh orang, karena kita nggak punya bukti, Ra. “ ujar Kak Defan.
“ Jadi kakak mau ngaku kalo itu memang foto kita? Atau  kakak mau nuduh aku? jahat sekali, disini aku yang jadi korban !” Gerutuku kesal.
“ Bukan, Ra. Bukan kamu. Biar aku saja. Benar kata kamu ini semua salahku. “ ujarnya dengan suara agak di tahan. Seakan mengutuk dirinya karena hal bodh yang sudah dia lakukan selama ini. Aku jadi sedikit kasian. Tapi aku juga tidak mau di salahkan.
“ Okey, setuju !” ujarku sepakat.
Kak Defan kembali tersenyum kecut. Dan benar firasat kami. Selang beberapa detik. Guru BP kami memanggil kami dengan menggunakan Microfone yang dapat di dengar oleh seluruh penjuru sekolah.
“ Tuh kan ?” gumanku sedikit malu. “ lets go !” ajakku pada Kak Defan.
Aku rasa kak Defan cukup gentle karena mau mengakui yang bukan salahnya demi aku. Dia berjalan setengah meter lebih dulu di depanku. Sepanjang perjalanan kami, aku bisa melihat banyak mata dan mulut nyinyir yang membicarakan kami.
Oooo

 Kak Defan benar-benar menepati perkataannya. Dia dengan berani mengaku jika dialah yang membuat foto itu, dengan alasan karena dia suka padaku dan karena aku selalu menolaknya , dia ingin memberiku sedikit pelajaran dengan mengedit fotonya dan fotoku. Alhasil kepala sekolah melarang kami –lebih tepatnya kak Defan – untuk tidak bertemu. Aku sih senang-senang saja karena artinya hidupku akan sedikit tentram. Tapi kak Defan tampak sedikit kecewa.
Setelah kejadian itu, dia tidak muncul lagi, hari-hariku cukup tenang. Tidak ada bunga lagi di mejaku. Tapi aku juga tidak bisa tidak peduli dengan ocehan para haters yang semakin detik semakin membenciku. Aku hanya tersenyum pada mereka. Dan memberi sedikit gertakan pada mereka yan mulai keterlaluan.
Di sekolah ini aku punya banyak teman, tapi yang benar-benar teman tidaklah banyak. Benar jika kamu dengar pepatah mengatakan , teman sejati ada di saat kamu senang maupun sedih , dan ada hikmah di balik kejadian kemarin. aku jadi bisa memilah mana teman yang benar-benar teman dengan teman yang jadi-jadian saja.
Namanya Nafa, nama kami sangat mirip, karena itu pula kami mulai berteman dekat.
Nafa tidak sekelas denganku, dia cukup pintar dibanding aku. Jadi dia masuk kelas unggulan.  tapi dia selalu ada saat aku membutuhkannya.
“ Jadi gimana kelajutan antar kamu sama kak Defan itu ?” tanya Nafa seraya menyeruput Coffelatenya pelan. Kami janjian di sebuah cafe dekat sekolah kami.
“ aku harap udah tamat, Fa”jawabku. Aku sedang menikmati milkshake ku yang baru datang. “ Dia udah tidak muncul lagi 2 hari terakhir. Mungkin gertakan kepsek sangat manjur sampai dia nggak berani deketin aku lagi”
“ Sayang banget deh, Ra. Kak Defan itu Keren loh. Dia juga tajir. Kamu nggak sayang ngelepas cowok kayak dia?” Nafa memandangku. Dia mulai menggodaku. Mungkin dia berharap aku akan bimbang.
“ Karena alasan itu, hidup gua yang tadinya damai di sekolah sekarang berantakan.” Jawabku datar.
Nafa mengangkat ujung bibirnya. “ terserah kamu lah” ujarnya.
Kami mulai membicarakan hal lain, seperti rencana liburan nanti mau kemana, atau malam minggu nnti mau nonton bareng atau tidak. Saat mataku tampa sengaja melihat sosok Kak  Defan memasuki Cafe itu.
Kali ini dia tidak memakai seragam sekolah, kak Defan memakai kemeja lengan panjang warna krem Dengan celana panjang senada. Darimana dia? Apa dia tidak sekolah ?
Nafa menatapku heran. Ia mengikuti arah pandangku dan berseru.” Tuh, yang namanya jodoh nggak bakalan kemana-mana.”  
Nafa berdiri, ia melambaikan tanganya pada kak Defan. “ Sori ya, Ra. Gua pengen tiket konser xguys. Lo tau sendiri kan tiketnya mahal” ujar Nafa nyengir.
“ jadi kamu jual temen kamu sendiri demi tiket konser?” tanyaku tidak percaya setelah menyadari kalau Nafa sudah merencanakan ini semua.
Nafa semakin sumringah . ia tampak memutar bola matanya, dan itu menjawab semua pertanyaanku. “ sialan kamu, Fa. “
“ Hai kak. Lama banget. Kita udah nunggu dari sejam lalu.” Sapa Nafa  ceria pada Tiket X guysnya- maksudku Kak Defan -.
“ sori, tadi ada urusan. Kalian udah pesen sesuatu? Biar aku yang teraktir. “ balas Kak Defan tak kalah ceria. Matanya bersinar melihatku. Ah aku punya firasat buruk lagi.
“ udah” jawabku singkat. Aku paling tidak suka dengan orang yang tiba-tiba sok ntraktir tampa alasan. Mereka pikir aku tidak punya uang buat beli semua? Gini-gini uang sakuku lumayan banyak. Apa lagi yang modelnya kayak gini. Datang dan main traktir aja.
Aku menatap Nafa tajam. Nafa pasti menyadarinya, ia tampak memainkan rambutnya sambil duduk membelakangiku. Aku akan urus Nafa nanti.
“ jadi...... “ belum juga aku melanjutkan perkataanku Kak Defan sudah menyelanya.
“ aku yang minta Nafa buat bantu kita ketemu” jelas Kak defan.
“ Kita ?” tanyaku kesal.
“ maksudku aku yang ingin ketemu sama kamu, Ra” Buru-buru Kak Defan meralat ucapannya. Nafa yang sendari tadi menguping tampak menahan senyumnya.
“ Emmm. Fa. Bisa nggak aku bicara berdua sama Nara?” tanya Kak Defan kemudian. Entah apa rencana mereka selanjutnya. Yang pasti aku tengah menyusun pembalasan untuk Nafa.
“ Okey “ Nafa tersenyum. “ sekalian Kakak anter dia pulang ya ?” ujar nafa menyanggupi. Aku semakin meluruskan bibirku tanda tidak senang.
Kak Defan mengagguk.

“ emm , Ra. .... “ Kak Defan tampak bingung untuk memulai pembicaraan.
“ Kakak lupa dengan peringatan kepsek tentang kita dilarang ketemu?” ujarku memulai pembicaraan.
“ kita di luar sekolah, dan kita tidak sedang bersekolah sekarang. “ balasnya.
Aku menguncir mulutku. Bisa-bisanya dia mengelak.gumanku dalam hati.
“ aku Cuma mau minta maaf soal kejadian itu, tapi bagaimana pun perasaan ku tetap sama kayak yang dulu. Aku masih sayang kamu, Ra. “
Rasanya ada kecoa yang merambat di punggungku. Aku merinding mendengarnya. Aku begidik. Dan itu membuat Kak Defan mengerutkan keningnya.
“ kenapa?” tanya Kak Defan heran dengan tingakahku.
“ aku nggak biasa dengan hal manis seperti ini. “ ujarku bingung mencari kata-kata yang tepat.
“ Kamu beneran punya seseorang yang kamu suka,Ra?” tanya Kak Defan lagi
Aku ingin mengiyakan. Tapi saat kulihat tatapan matanya yang sayu. Aku tidak tega membohonginya. “ Nggak ada, aku nggak suka di repotkan dengan romansa. “
“ aku nggak akan merepotkan. Aku janji” sela Kak Defan cepat. Dia masih berharap aku mau mebuka hati untuknya.
Aku menggigit bibirku. “ maaf “ gumanku pelan. Tapi aku yakin kak Defan mendengarnya. Buktinya ia semakin tampak menekut wajahnya. “ Nggak apa-apa, Ra. Aku nggak maksa” ujar kak Defan dengan senyum yang dipaksakan.
Kami terdiam cukup lama. Bingung untuk melanjutkan pembicaraan. Tiba-tiba seorang pelayan Cafe datang menghampiri kami. Ia menyuguhkan segelas coklat hangat.
“ Wah apa itu Cohan??” seruku melihat minuman faforit yang sudah lama tidak ku temui itu
“ Cohan ?”
“ Coklat hangat ! apa lagi ?” seruku lagi.
Kak Defan terkejut mendengar serunku. “ ya, kamu mau , Ra?” tanya kak Defan Canggung. Mungkin yang terlihat dimatanya sekarang adalah sosok anak kecil yang girang melihat minuman kesukaannya.
“ aku mau satu, “ pintaku pada pelayan Cafe.
“ kupikir Cuma aku yang suka sama .. apa tadi ? Cohan?” ujar Kak Defan sambil menyunggingkan senyum tipisnya
“ aku suka banyak hal “ jawabku.
“ kenapa tidak denganku, Ra ?”
Aku menggulung senyumku lagi. Kak Defan lagi-lagi menempatkanku pada posisi yang sulit. “ ini minum saja dulu.“ ujarnya sambil tersenyum.


Dua
Pangeran itu datang menghampiri sang Ratu dengan menunggangi kuda putih. Dia membawa banyak bunga indah dan menjanjikan kebahagiaan. Tapi sang Ratu yang bahagia dengan kehidupannya di kerajaan tidak mempedulikan sang pangeran. Ratu berfikir, ia harus meminta hal yang tidak mungkin dilakukan pangeran. Agar pangeran itu tidak lagi datang padanya. Ratu meminta pada pangeran agar cintanya tidak hanya diucapkan tapi diabadikan.
Oooo


Aku memaksa tubuhku untuk bangun, tapi kehangatan selimut menarikku kembali tenggelam dalam dekapannya. Udara terasa dingin pagi ini. Membuat bulu romanku berdiri. Aku menguap. Mencoba menghilangkan rasa kantukku dengan mengisi banyak oksigen ke dalam otakku.
Mamaku yang sendari tadi memanggil namaku untuk turun sarapan, sepertinya mulai kesal hingga ia repot-repot datang ke kamarku dan menarik selimutku.
“ dingin, Ma” pintaku memelas kebaikan hati mama agar membiarkan aku melanjutkan tidurku.
“ ini hari Senin, Ra. Upacara!” seru mama, kali ini mama menarik lenganku. Tapi tarikannya terhenti.
Mama menatap wajahku, ia mengernyitkan keningnya. Ia menaruh punggung tangannya ke dahiku. “ kamu demam ?” tanya mama.
Aku mendesah. “ aku dingin ” ujarku.
Aku menarik selimutku lagi. Menutup seluruh tubuhku dengannya. Mama mengernyit. “ mama sudah bilang kan, kamu jangan main hujan-hujanan. Sudah tau nggak kuat dingin masih aja bandel kamu! “ omel mamaku.
Aku ingat omelan mama yang sama kemarin siang saat aku berlari keluar rumah saat hujan turun. Aku suka hujan. Karena saat tetesan hujan mengguyur wajahku dan mengalirkan airnya ke tubuhku, rasanya seluruh beban dalam hidupku lenyap bersama aliran air. Tapi sayang nya dari kecil kondisi tubuhku cukup lemah. Aku mudah sakit, khususnya flu. Setiap musim hujan datang aku pasti terkena flu. Kali ini pun juga. Penyakit langgananku itu tidak lupa mampir.
“ kalo udah demam gini, kamu sendiri yang rugi. Mama juga jadi repot. Waktu hujan –hujanan kemarin kamu nggak mikir itu kan?”
Aku mulai merasa pusing mendengar omelan mama ku. “ Biar mama telpon  Papamu, suruh bawain kamu obat. Kamu tidur aja. Jangan kemana-kemana. Mama ambilin sarapan. “ ujar mamaku tak putus-putus.
“ bubur ayam, ma” pintaku pelan, aku mencoba tersenyum menggoda mama.
“ kamu itu ya, udah sakit, bawel lagi. Iya nanti mama suruh papamu beli sekalian” kata mamaku mengiyakan.
Mama meraih ponselku yang kuletakkan di meja. Ia menekan tombol hanphone sebelum mendekatkan ponselku ke telinganya. Lagi- lagi mama terlihat kesal. “ Dasar anak SMA!” seru mama sambil melempar phonselku ke atas kasur. Aku mendengar suara operator provider samar-samar mengoceh dengan gaya khasnya.
Aku sontak tersenyum. “ makanya naikin uang sakunya. “ ujarku pelan.
Mama melirikku tajam. Seakan-akan menyuruhku untuk tidak terlalu berharap.
Perlu kalian tau, papaku seorang dokter spesialis anak. 90 % hidupnya dihabiskan di rumah sakit dan sisanya di habiskan di jalanan kota yang macet. Papa jarang sekali di rumah. Ia sangat menikmati pekerjaannya menolong anak-anak yang sakit. Aku sangat kagum pada mereka berdua, pada mamaku yang sangat sabar, setia, dan pengertian. Jarang sekali ada wanita yang bisa menerima suaminya yang super sibuk dan jarang dirumah seperti papaku. Dan papaku yang totalitas sekali dalam pekerjaannya.
Mama keluar dari kamarku. Aku mendengar samar mama berbicara sendirian.

Sejam kemudian aku mendengar pintu kamar dibuka. Tapi rasa sakit di kepala ku membuatku ingin tetap menutup mata. Sebuah tangan meraih tanganku dan menyentuh pergelangan tanganku seakan ingin memastikan sesuatu. Setelahnya giliran keningku yang di sentuh. Setelah menelpon tadi mamaku kembali sambil membawa kompres untukku.
“ NaRa...?” panggil suara berat yang sangat ku kenal itu.
“ hemmm “ jawabku, aku merasa tenggorokanku sakit.
“ ayo bangun, makan buburnya lalu minum obat” ujar papaku seraya membantuku untuk bangun.
“ maaf  ya pa?” ujarku meminta maaf. Papaku mengerutkan keningnya tidak mengerti. “ soalnya gara-gara Nara sakit papa jadi repot gini” jelasku.
“ makanya kalo mama ngomong kamu dengerin, jangan bandel kayak anak kecil” tiba-tiba mamaku menyahut dari arah pintu. Ia membawa segelas air. “ sini mama suapin. “ ujarnya.
Aku anak pertama dan satu-satunya dari pasangan yang serasi ini. Jadi maklum saja jika mereka memanjakanku. Awalnya aku tidak terlalu suka, karena aku merasa sudah bukan anak kecil lagi. Tapi aku berfikir, kalau aku menolak, lalu pada siapa mereka menuangkan rasa sayang mereka,? Aku kan anak satu-satunya.
“ tenggorokanku sakit... “ ucapku pura-pura manja.
“ udah jangan bandel. Ayo buka mulut “ seru mamaku memberi perintah.
Aku menatap papaku memelas. Memohon pertolongan dari papa. Tapi papaku mengamkat bahunya dan mengangkat salah satu ujung bibirnya. Artinya aku tidak bisa mengelak lagi.
Mungkin karena efek dari obat yang kuminum, beberapa menit kemudian aku benar-benar merasa mengantuk, tapi samar aku mendengar mama dan papa bicara di sebelahku.
“ capek ya, mas?” tanya mama.
“ ya, ada operasi semalam. Aku belum sempat tidur.” Jawab papaku.
“ gimana kabar temen kamu, lisa?” tanya mama lagi. Entah siapa itu Lisa. Aku belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.
Aku mendengar papa mendesah. “ Kemarin mereka resmi bercerai. “ ujar papa.
“ lalu kamu gimana, Mas?” tanya mama lagi. Aku penasaran. Apa hubungannya papaku dan wanita bernama Lisa itu? Sebelum papa menjawab pertanyaan mama, aku sudah tertidur saking ngantuknya. Lain kali aku akan ingat untuk bertanya tentang Lisa pada mereka.
Oooo







Tiga
“ Hey, Ratu ! gimana kabarnya ? udah baikan?” gertak seseorang – sudah pasti Nafa- dari belakangku.
Aku memutar bola mataku. Nafa duduk di bangku kosong yang ada di sampingku. Ia membawa semangkok mie ayam dan segelas jus jeruk dingin.
Dia pasti sudah mendengar dari teman sekelasku kalau Sang Ratu sakit. “ lumayan... Cuma flu biasa” jawabku. Aku menyeruput susu coklat hangatku.
“ eh tumben, mana susu sodanya? Udah sadar kalau itu nggak baik buat tubuh? Atau kamu habis di kasih pencerahan sama bokap kamu?” ujar Nafa.
Aku tersenyum kecut menanggapi guyonan Nafa. Biasanya aku memang suka minum susu soda, tapi karena flu, nafsu makan dan minumku sedikit berubah. Aku cenderung suka minum susu hangat jika sedang tidak enak badan.
“ kamu sendiri tumben makan mie ayam? Lagi banyak uang ? atau kamu baru dapat vie dari ....” aku tidak meneruskan kata-kataku, tapi aku yakin Nafa tau apa maksudku. Buktinya Nafa tersenyum.
“ udahlah , Ra. Jangan dendam gitu lah.” Ujar Nafa meminta maaf.” Aku nyesel banget, buktinya aku kepikiran kamu terus pas kamu sakit kemarin.” Tambanhya.
Sejak pertemuanku dan Kak Defan di cafe waktu itu aku belum sempat meminta pertanggung jawaban pada Nafa. Sebenarnya aku ingin memarahinya habis-habisan, tapi aku sedang Badmood. Dan Cuma Nafa teman yang setia menemaniku. Jika aku marah mungkin Nafa akan kesal dan ngambek. Dan itu akan berakibat buruk juga untukku.
“ kamu pasti belum tau kabar study wisata kita kan?” nafa terlihat mencoba mengalihkan pembicaraan. Dan aku menurutinya.
“ belum, memang tahun ini kita kemana?” tanyaku,
Mata Nafa berbinar, ia biasanya tidak tertarik dengan program tahunan sekolah kami itu. Tapi entah kenapa kali ini dia tampak antusias.
“ Tahun ini kita nggak kemana-mana. Nggak ada yang namanya Study Wisata” Ujar Nafa. Oh pantas saja dia terlihat senang.
“ tapi.... “ ternyata ada tapi nya.
“ Tapi ?” aku mencoba memasang wajah penasaran juga.
“ kita bakalan kemping !!” Serunya bersemangat sampai ia tidak sadar banyak mata menatap kamu.
“ kemping ?” giliranku sekarang yang tidak senang. Bertolak belakang dengan Nafa yang memang sudah terlihat tangguh. Dari kecil aku sama sekali tidak berbakat dalam hal melatih mental dan fisik seperti MOS, LDK, ataupun KePRAMUKAan. Aku sudah jelaskan sebelumnya jika tubuhku sedikit lemah. Hal –hal semacam itu biasanya bisa membuatku jatuh sakit karena kecapaian.
Terakhir kali yang kuingat aku berakhir di rumah sakit gara-gara jelajah alam yang kuakui sebenarnya tidak terlalu jauh, tapi karena udara pegunungan yang dingin. Akhirnya aku –satu satunya siswa- yang terkena flu dan pinsan.
Dan sejak itu orang tuaku tidak pernah memberiku ijin untuk mengikuti kegiatan semacam itu lagi. Dan aku yakin kali ini pun akan sama.
“ iya, kita bakalan kemping di puncak. Kamu ikut kan, Ra?” ujar Nafa lagi. Dia menatapku penuh harap. Seakan semua temannya tidak ikut serta.
Aku tersenyum kecut. “ nggak deh, Fa. Aku kan baru sembuh “ ujarku beralasan.
“ tapi semua di wajibkan ikut, say”
Lalu kenapa dia bertanya? Tapi orang tuaku sudah pasti akan tetap tidak mengijinkan. Mereka mungkin akan memindahkanku ke sekolah lain -kalo perlu- jika permintaan mereka di tolak.
Aku mengangkat bahuku pertanda tidak yakin. Dan kembali melanjutkan kegiatanku sebelumnya. Yaitu menikmati susu coklatku.
Oooo
“ halo papa dimana? Aku di gerbang nih ?”
“ iya sayang, papa sebentar lagi sampai, kamu tunggu ya ?”
“ okey, jangan lama-lama.”
“ iya, iya “
Aku menutup panggilan pada phonselku. Hari ini aku pulang sore karena ada ekstra Jurnalistik. Satu lagi hal yang perlu kalian tahu dariku. Aku suka menulis. Khususnya menulis cerpen atau puisi. Tapi bukan karena itu aku ikut jurnalistik di sekolah. Itu karena setiap siswa di wajibkan mengikuti satu ekskul. Karena tidak mungkin aku ikut ekstra olahraga jadi aku memilih jurnalistik. Setidaknya aku ada passion di bidang itu.
“ Nara?” panggil seseorang dari arah belakangku. Aku menoleh dan aku lihat ada Kak Defan disana, ia tampak tersenyum sumringah melihatku berdiri sendirian di depan gerbang sekolah.” Nunggu jemputan ?mau bareng nggak ?”
“ eh kak Defan. Enggak kak, ini papaku udah dijalan “ balasku,
“ kamu udah baikan? Maaf aku belum sempat jenguk kamu, Ra.” tanya Kak Defan selanjutnya.
Sejak pertemuan kami di Cafe waktu itu, kak Defan sering mengirimu WA, entah itu hanya bertanya kabar, ataupun berbasa basi ria. Dan anehnya meskipun aku tidak terlalu senang, tapi aku selalu membalas WA nya.
Aku mengangguk. “ berkat doa kakak, udah lumayan baikan kok. “ jawabku.
“ Kemping minggu depan kamu ikut kan?” ah lagi-lagi pertanyaan itu.
“ Bukannya semua siswa wajib ikut ?” tanyaku balik.
Kak Defan tersenyum. ‘ jadi kamu ikut ?” tanyanya lagi.
“ enggak... orang tuaku pasti nggak ngijinkan. Tapi sepertinya anak jurnalistik wajib ikut atau nilainya bakalan jelek.” Jawabku.
“ kenapa emang? Orang tuamu khawatir? kamu anak tunggal kan, Ra? tapi kumu kan udah gede, Ra. Coba Deh bicara sama orang tua kamu, pasti di ijinin” lanjut kan Defan memberi saran.
“ nggak gitu sih, soalnya aku gampang sakit. Jadi mereka sangat khawatir” aku menekan kan kata khawatir dalam perkataanku.” Apalagi aku baru sembuh, jadi agag susah “ dan aku tidak suka kemping. Imbuhku dalam hati.
“ sayang banget kalo gitu, tadinya aku punya rencana buat kita loh “ ujar kak Defan lirih.
“ rencana?”
“ maksudku , kalo ada waktu senggang aku kan bisa ajak kamu jalan-jalan, Ra. “ ujar Kak Defan dengan senyum kecutnya.
Aku ikut-ikutan tersenyum. “ ya mau gimana lagi, orang tuaku kayaknya lebih ikhlas aku dapat nilai C daripada harus ngijinin aku ikutan kemping.
Kak Defan mendesah. “ mau aku bantu ngomong ?” tawarnya.
Aku buru-buru menggeleng “ nggak usah, nggak perlu repot-repot” ya tidak perlu repot-repot. Aku sendiri malas pergi.
“ Kakak mending ajak jalan-jalan Nafa deh. Dia antusias banget sama kegiatan itu. “ ujarku. Aku sedikit menyinggung hal kemarin.
Kak Defan menatapku tidak mengerti.
“ kalian kayaknya dekat, sampai-sampai Nafa mau nolongin kakak buat ketemu aku kemaren.” Imbuhku.
Kak Defan tampak kikuk. Ia terlihat sedikit malu dengan tindakannya menyogok Nafa agar bisa membantunya.
“ sori” ujar kak Defan.
Aku mengangkat slah satu ujung bibirku. “ jangan ulangi lagi, okey. “
“ tergantung kamu mau ketemu aku apa nggak” balasnya lirih.
Bersamaan dengan itu, ada sebuah mobil mendekat ke arah kami. Seseorang membuka kaca jendela pengemudi, dan aku baru sadar kalau itu papaku.
“ papa kamu, Ra?” tanya Kak Defan
“ iya , aku balik duluan kak.” Jawabku. Aku buru-buru masuk ke dalam mobil. Aku lihat Kak Defan tersenyum menyapa papaku. Dan papaku juga tampak membalas sapaanya.
“ pacar kamu?” tanya papaku tiba-tiba. Kami sudah cukup jauh dari sekolah saat papaku membuka pembicaraan.
“ bukaaaann...” jawabku.
“ lumayan juga, sepertinya anak baik-baik.” Lanjut papaku.
“ aku bilang bukan, ah !”
“ kalau iya kenapa memang? Papa nggak keberatan kamu pacaran. “
Aku mendesah. “ aku nggak mau pacaran, ribet” jawabku.
“ masa SMA itu masanya pacaran, kamu bakalan nyesel kalo nggak punya pacar. Papa dulu sampai ganti dua kali waktu SMA.” Ujar papaku.
“ kayak sepatu aja main ganti-ganti.” Balasku.
“ mau papa kenalin sama temen papa?”
Ah papaku mulai lagi. Ia selalu saja menjodoh-jodohkanku dengan teman-temannya. Papa mungkin lupa jarak usia anaknya dengan usianya sendiri. Mungkin ia merasa masih muda.
“ nggak” jawabku mantap.
“kenapa sih, Ra. Kamu jutek sekali kalo urusan begini. Kamu itu cantik. Pasti banyak yang suka.”
“ banyak yang lebih cantik daripada aku, pa, lagian aku tuh nggak suka sama hal yang ribet kayak gitu. Apalagi kalau putus. Ah males banget.” Jawabku
“ kamu nggak pengen jadi perawan tua kan?”
“ ya ampun, pa. Aku masih SMA. Ntar deh kalo udah lulus kuliah trus udah kerja, aku cariin papa mantu yang ganteng, baik, kaya, daan.... “
“ dokter “ sela papaku. “ aku mau suami kamu itu dokter, biar bisa jagain kamu. “ ujar papaku.
“ Nggak ah. Nafa nggak bisa sesabar mama. “ jawabku.
Papa menoleh ke arahku sebentar dan aku tersenyum. “ Mama kamu emang yang terbaik. “ ujar papa bangga.
Lagi-lagi  aku tersenyum mengingat ke mesraan mereka setiap harinya.
“ oh ya pa.. ada kegiatan kemping di sekolah, semua wajib ikut tampa terkecuali” ucapku mengingat kegiatan kemping yang tidak kuminati itu, tapi aku harus mengatakan nya pikirku.
Papa diam sejenak. “ kamu mau ikut?” tanya papa kemudian.
Aku menatap papa heran. Biasanya dia langsung bilang tidak atau melarangku untuk ikut. Tapi tumben sekali.
“ nggak ah. “ ujarku dengan sangat jujur.
“ kalau kamu mau, papa ijinin kok” tambah papaku.
Aku bertambah heran.
“ asall papa ikut” nah loh ...


ooOoo









0 komentar:

Posting Komentar